Nama :
Aminatus Amaniah
Jurusan :
Biologi
Smt :
V (Lima)
TAKSONOMI BLOOM
Taksonomi berasal dari bahasa Yunani tassein
berarti untuk mengklasifikasi dan nomos yang berarti aturan. Taksonomi berarti
klasifikasi berhirarki dari sesuatu atau prinsip yang mendasari klasifikasi.
Semua hal yang bergerak,
benda diam, tempat, dan kejadian- sampai pada kemampuan berpikir dapat
diklasifikasikan menurut beberapa skema taksonomi (http://id.wikipedia. org/
wiki/Taksonomi).
Konsep Taksonomi Bloom dikembangkan pada
tahun 1956 oleh Benjamin Bloom, seorang psikolog bidang pendidikan. Konsep ini
mengklasifikasikan tujuan pendidikan dalam tiga ranah, yaitu kognitif, afektif
dan psikomotorik (Guru pembaharu. 2009).
Ranah kognitif meliputi fungsi memproses informasi, pengetahuan
dan keahlian mentalitas. Ranah afektif meliputi fungsi yang berkaitan dengan
sikap dan perasaan. Sedangkan ranah psikomotorik berkaitan dengan fungsi
manipulatif dan kemampuan fisikTaksonomi Bloom telah menancapkan akar
pengaruhnya yang kuat dalam perkembangan teknologi pembelajaran di Indonesia
selama lebih dari 25 tahun. Teori yang dipakai untuk memetakan tujuan
pembelajaran itu terdiri atas kognitif, afektif, dan psikomotor. Dalam
perkembangannya, pada tahun 2001 Lorin W. Anderson dan David R. Krathwohl
menulis A Taxonomy for Learning, Teaching, and Assessing (A Revision of
Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives) yang diterbitkan oleh Longman
di New York. Keduanya melakukan revisi mendasar atas klasifikasi kognitif yang
pernah dikembangkan Bloom (Thohir, 2009)
Jika sebelumnya, Bloom mengklasifikan tujuan kognitif dalam
enam level, yaitu pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehension),
aplikasi (apply), analisis (analysis), sintesis (synthesis),
dan evaluasi (evaluation) dalam satu dimensi, maka Anderson dan Kratwohl merevisinya menjadi dua
dimensi, yaitu proses dan isi/jenis. Pada dimensi proses, terdiri atas
mengingat (remember), memahami (understand), menerapkan (apply),
menganalisis (analyze), menilai (evaluate), dan berkreasi (create).
Sedangkan pada dimensi isinya terdiri atas pengetahuan faktual (factual
knowlwdge), pengetahuan konseptual (conceptual knowledge),
pengetahuan prosedural (procedural knowledge), dan pengetahuan
metakognisi (metacognitive knowledge) (Thohir, 2009).
Setiap kategori dalam Revisi Taksonomi Bloom terdiri dari
subkategori yang memiliki kata kunci berupa kata yang berasosiasi dengan
kategori tersebut. Kata-kata kunci itu seperti terurai di bawah ini
Ø Mengingat: mengurutkan, menjelaskan,
mengidentifikasi, menamai, menempatkan, mengulangi , menemukan kembali dsb.
Ø Memahami:
menafsirkan, meringkas, mengklasifikasikan, membandingkan, menjelaskan,
mebeberkan dsb.
Ø Menerapkan:
melaksanakan, menggunakan, menjalankan, melakukan, mempraktekan, memilih,
menyusun, memulai, menyelesaikan, mendeteksi dsb
Ø Menganalisis:
menguraikan, membandingkan, mengorganisir, menyusun ulang, mengubah struktur,
mengkerangkakan, menyusun outline, mengintegrasikan, membedakan, menyamakan,
membandingkan, mengintegrasikan dsb.
Ø Mengevaluasi:
menyusun hipotesi, mengkritik, memprediksi, menilai, menguji, mebenarkan,
menyalahkan, dsb.
Ø Berkreasi: merancang,
membangun, merencanakan, memproduksi, menemukan, membaharui, menyempurnakan,
memperkuat, memperindah, menggubah dsb (Guru pembaharu. 2009).
Dalam berbagai aspek dan setelah melalui
revisi, taksonomi Bloom tetap menggambarkan suatu proses pembelajaran, cara
kita memproses suatu informasi sehingga dapat dimanfaat dalam kehidupan
sehari-hari. Beberapa prinsip didalamnya adalah :
Ø Sebelum kita memahami
sebuah konsep maka kita harus mengingatnya terlebih dahulu
Ø Sebelum kita
menerapkan maka kita harus memahaminya terlebih dahulu
Ø Sebelum kita
mengevaluasi dampaknya maka kita harus mengukur atau menilai
Ø Sebelum kita
berkreasi sesuatu maka kita harus mengingat, memahami, mengaplikasikan,
menganalisis dan mengevaluasi, serta memperbaharui
Pentahapan berpikir seperti itu bisa jadi
mendapat sanggahan dari sebagian orang. Alasannya, dalam beberapa jenis
kegiatan, tidak semua tahap seperti itu diperlukan. Contohnya dalam menciptakan
sesuatu tidak harus melalui penatahapan itu. Hal itu kembali pada kreativitas
individu. Proses pembelajaran dapat dimulai dari tahap mana saja. Namun, model
pentahapan itu sebenarnya melekat pada setiap proses pembelajaran secara
terintegrasi (Guru pembaharu. 2009).
Sebagian orang juga menyanggah pembagian
pentahapan berpikir seperti itu karena dalam kenyataannya siswa seharusnya
berpikir secara holistik. Ketika kemampuan itu dipisah-pisah maka siswa dapat
kehilangan kemampuannya untuk menyatukan kembali komponen-komponen yang sudah
terpisah. Model penciptaaan suatu produk baru atau menyelesaian suatu proyek
tertentu lebih baik dalam memberikan tantangan terpadu yang mendorong siswa
untuk berpikir secara kritis (Guru pembaharu. 2009).
Pada
revisi taksonomi Bloom kali ini, ranah kognitif tidak dianggap terpisah dengan
ranah afektif atau psikomotor, melainkan terkait antara satu dengan yang lain.
Karena semua aspek tersebut merupakan satu bagian utuh dari fungsi kerja otak.
Sebagai contoh, pada kategori pengetahuan metakognitif,
di dalamnya juga mencakup ranah kognitif dan afektif, juga psikomotor.
Saya melhat bahwa revisi ini merupakan bukti fenomena kompleksitas fungsi otak. Weisstein mengatakan, complexity is the theory of classifying problems based on how difficult they are to solve. Sebutan ini cukup wajar karena masalah otak dan fungsinya telah mengundang beragam teori yang secara tak langsung telah menunjukkan betapa rumitnya kajian tentangnya (Thohir, 2009).
Saya melhat bahwa revisi ini merupakan bukti fenomena kompleksitas fungsi otak. Weisstein mengatakan, complexity is the theory of classifying problems based on how difficult they are to solve. Sebutan ini cukup wajar karena masalah otak dan fungsinya telah mengundang beragam teori yang secara tak langsung telah menunjukkan betapa rumitnya kajian tentangnya (Thohir, 2009).
Yang jelas, menfungsikan otak berarti menggunakan pikiran
atau berpikir. Bartlett
(1932) mengartikan berpikir (thinking) sebagai (1) interpolasi yang memenuhi
gap informasi, (2) ekstrapolasi yang melampaui informasi yang diberikan, dan
(3) re-interpretasi yang mengatur kembali informasi. Terkait dengan hal ini
pula, Mayer (1977) menyarankan pengertian berpikir sebagai upaya mengarahkan
dan menghasilkan perilaku untuk memecahkan (solve) atau mencari solusi
dari suatu masalah. Pengertian ini
selevel dengan kategori metakognitif Anderson dan Krathwohl (Thohir, 2009).
Kompleksitas fungsi otak lainnya terkait dengan berpikir
adalah adanya pandangan para ahli cognitive neuroscientists. Marianne Szegedy,
misalnya, menegaskan bahwa aktifitas kognitif manusia dan perilakunya
bergantung kepada 95 persen di bawah batas kesadaran manusia (subconscious
awarness). Hanya 5 persen aktifitas manusia dilakukan berdasarkan
kesadaran penuh (conscious awareness). Konsep ini agak sulit
disinergikan dengan kalsifikasi Anderson
dan Krathwohl dalam revisi Taksonomi Bloomnya (Thohir, 2009).
Akhirnya, bagaimanapun begitu kompleknya masalah ini, langkah
Anderson dan
Krathwohl dalam merevisi yang diakuinya sebagai hasil kontribusi dari advances
in cognitive theory itu patut mendapat apresiasi tinggi. Setidaknya, demi
pencerahan dunia teknologi pembelajaran ke depan.
Thohir, Muhammad. 2009. REVISI TAKSONOMI BLOOM SEBAGAI KOMPLEKSITAS FUNGSI OTAK. (online).
(http://mthohir.wordpress.com/2009/01/26/revisi-taksonomi-bloom-sebagai-kompleksitas-fungsi-otak/ diakses
tanggal 07 Oktober 2012).
Guru pembaharu. 2009. Taksonomi
Bloom: Mengembangkan Strategi Berpikir Berbasis TIK. (online).
(http://gurupembaharu.com/pembelajaran_
/proses/ taksonomi-bloom-mengembangkan-strategi-berpikir-berbasis-tik/ diakses tanggal 07 Oktober 2012).
0 komentar:
Posting Komentar