Rabu, 07 November 2012

taksonomi bloom



Nama              : Aminatus Amaniah
Jurusan          : Biologi
Smt                 : V (Lima)

TAKSONOMI BLOOM
Taksonomi berasal dari bahasa Yunani tassein berarti untuk mengklasifikasi dan nomos yang berarti aturan. Taksonomi berarti klasifikasi berhirarki dari sesuatu atau prinsip yang mendasari klasifikasi. Semua hal yang bergerak, benda diam, tempat, dan kejadian- sampai pada kemampuan berpikir dapat diklasifikasikan menurut beberapa skema taksonomi (http://id.wikipedia. org/ wiki/Taksonomi).
Konsep Taksonomi Bloom dikembangkan pada tahun 1956 oleh Benjamin Bloom, seorang psikolog bidang pendidikan. Konsep ini mengklasifikasikan tujuan pendidikan dalam tiga ranah, yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik (Guru pembaharu. 2009).
Ranah kognitif meliputi fungsi memproses informasi, pengetahuan dan keahlian mentalitas. Ranah afektif meliputi fungsi yang berkaitan dengan sikap dan perasaan. Sedangkan ranah psikomotorik berkaitan dengan fungsi manipulatif dan kemampuan fisikTaksonomi Bloom telah menancapkan akar pengaruhnya yang kuat dalam perkembangan teknologi pembelajaran di Indonesia selama lebih dari 25 tahun. Teori yang dipakai untuk memetakan tujuan pembelajaran itu terdiri atas kognitif, afektif, dan psikomotor. Dalam perkembangannya, pada tahun 2001 Lorin W. Anderson dan David R. Krathwohl menulis A Taxonomy for Learning, Teaching, and Assessing (A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives) yang diterbitkan oleh Longman di New York. Keduanya melakukan revisi mendasar atas klasifikasi kognitif yang pernah dikembangkan Bloom (Thohir, 2009)
Jika sebelumnya, Bloom mengklasifikan tujuan kognitif dalam enam level, yaitu pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehension), aplikasi (apply), analisis (analysis), sintesis (synthesis), dan evaluasi (evaluation) dalam satu dimensi, maka Anderson dan Kratwohl merevisinya menjadi dua dimensi, yaitu proses dan isi/jenis. Pada dimensi proses, terdiri atas mengingat (remember), memahami (understand), menerapkan (apply), menganalisis (analyze), menilai (evaluate), dan berkreasi (create). Sedangkan pada dimensi isinya terdiri atas pengetahuan faktual (factual knowlwdge), pengetahuan konseptual (conceptual knowledge), pengetahuan prosedural (procedural knowledge), dan pengetahuan metakognisi (metacognitive knowledge) (Thohir, 2009).

Setiap kategori dalam Revisi Taksonomi Bloom terdiri dari subkategori yang memiliki kata kunci berupa kata yang berasosiasi dengan kategori tersebut. Kata-kata kunci itu seperti terurai di bawah ini
Ø  Mengingat: mengurutkan, menjelaskan, mengidentifikasi, menamai, menempatkan, mengulangi , menemukan kembali dsb.
Ø  Memahami: menafsirkan, meringkas, mengklasifikasikan, membandingkan, menjelaskan, mebeberkan dsb.
Ø  Menerapkan: melaksanakan, menggunakan, menjalankan, melakukan, mempraktekan, memilih, menyusun, memulai, menyelesaikan, mendeteksi dsb
Ø  Menganalisis: menguraikan, membandingkan, mengorganisir, menyusun ulang, mengubah struktur, mengkerangkakan, menyusun outline, mengintegrasikan, membedakan, menyamakan, membandingkan, mengintegrasikan dsb.
Ø  Mengevaluasi: menyusun hipotesi, mengkritik, memprediksi, menilai, menguji, mebenarkan, menyalahkan, dsb.
Ø  Berkreasi: merancang, membangun, merencanakan, memproduksi, menemukan, membaharui, menyempurnakan, memperkuat, memperindah, menggubah dsb (Guru pembaharu. 2009).
Dalam berbagai aspek dan setelah melalui revisi, taksonomi Bloom tetap menggambarkan suatu proses pembelajaran, cara kita memproses suatu informasi sehingga dapat dimanfaat dalam kehidupan sehari-hari. Beberapa prinsip didalamnya adalah :
Ø  Sebelum kita memahami sebuah konsep maka kita harus mengingatnya terlebih dahulu
Ø  Sebelum kita menerapkan maka kita harus memahaminya terlebih dahulu
Ø  Sebelum kita mengevaluasi dampaknya maka kita harus mengukur atau menilai
Ø  Sebelum kita berkreasi sesuatu maka kita harus mengingat, memahami, mengaplikasikan, menganalisis dan mengevaluasi, serta memperbaharui
Pentahapan berpikir seperti itu bisa jadi mendapat sanggahan dari sebagian orang. Alasannya, dalam beberapa jenis kegiatan, tidak semua tahap seperti itu diperlukan. Contohnya dalam menciptakan sesuatu tidak harus melalui penatahapan itu. Hal itu kembali pada kreativitas individu. Proses pembelajaran dapat dimulai dari tahap mana saja. Namun, model pentahapan itu sebenarnya melekat pada setiap proses pembelajaran secara terintegrasi (Guru pembaharu. 2009).
Sebagian orang juga menyanggah pembagian pentahapan berpikir seperti itu karena dalam kenyataannya siswa seharusnya berpikir secara holistik. Ketika kemampuan itu dipisah-pisah maka siswa dapat kehilangan kemampuannya untuk menyatukan kembali komponen-komponen yang sudah terpisah. Model penciptaaan suatu produk baru atau menyelesaian suatu proyek tertentu lebih baik dalam memberikan tantangan terpadu yang mendorong siswa untuk berpikir secara kritis (Guru pembaharu. 2009).
            Pada revisi taksonomi Bloom kali ini, ranah kognitif tidak dianggap terpisah dengan ranah afektif atau psikomotor, melainkan terkait antara satu dengan yang lain. Karena semua aspek tersebut merupakan satu bagian utuh dari fungsi kerja otak. Sebagai contoh, pada kategori pengetahuan metakognitif, di dalamnya juga mencakup ranah kognitif dan afektif, juga psikomotor.
Saya melhat bahwa revisi ini merupakan bukti fenomena kompleksitas fungsi otak. Weisstein mengatakan, complexity is the theory of classifying problems based on how difficult they are to solve. Sebutan ini cukup wajar karena masalah otak dan fungsinya telah mengundang beragam teori yang secara tak langsung telah menunjukkan betapa rumitnya kajian tentangnya (Thohir, 2009).
Yang jelas, menfungsikan otak berarti menggunakan pikiran atau berpikir. Bartlett (1932) mengartikan berpikir (thinking) sebagai (1) interpolasi yang memenuhi gap informasi, (2) ekstrapolasi yang melampaui informasi yang diberikan, dan (3) re-interpretasi yang mengatur kembali informasi. Terkait dengan hal ini pula, Mayer (1977) menyarankan pengertian berpikir sebagai upaya mengarahkan dan menghasilkan perilaku untuk memecahkan (solve) atau mencari solusi dari suatu masalah. Pengertian ini selevel dengan kategori metakognitif Anderson dan Krathwohl (Thohir, 2009).
Kompleksitas fungsi otak lainnya terkait dengan berpikir adalah adanya pandangan para ahli cognitive neuroscientists. Marianne Szegedy, misalnya, menegaskan bahwa aktifitas kognitif manusia dan perilakunya bergantung kepada 95 persen di bawah batas kesadaran manusia (subconscious awarness). Hanya 5 persen aktifitas manusia dilakukan berdasarkan kesadaran penuh (conscious awareness). Konsep ini agak sulit disinergikan dengan kalsifikasi Anderson dan Krathwohl dalam revisi Taksonomi Bloomnya (Thohir, 2009).
Akhirnya, bagaimanapun begitu kompleknya masalah ini, langkah Anderson dan Krathwohl dalam merevisi yang diakuinya sebagai hasil kontribusi dari advances in cognitive theory itu patut mendapat apresiasi tinggi. Setidaknya, demi pencerahan dunia teknologi pembelajaran ke depan.

Thohir, Muhammad. 2009. REVISI TAKSONOMI BLOOM SEBAGAI KOMPLEKSITAS FUNGSI OTAK. (online).

Guru pembaharu. 2009. Taksonomi Bloom: Mengembangkan Strategi Berpikir Berbasis TIK. (online).

0 komentar:

 photo BUNDA_zps627e96e9.jpg